Minggu, 06 September 2015



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
            Ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang dan mengalami kemajuan, sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan cara berpikir manusia. Kualitas hidup bangsa akan meningkat jika ditunjang dengan sistem pendidikan yang mapan. Sistem pembelajaran dan kurikulum yang selalu diperbaharui bertujuan untuk meningkatkan mutu siswa, tetapi jika salah satu instrumen dalam sistem tidak berjalan dengan baik, maka akan berimbas kepada hasil atau output siswa tersebut. Salah satu hasil belajar dapat ditunjang dengan disiplin kelas yang baik untuk itu peran guru sangat penting dalam pengelolaan kelas yang dia hadapi, agar sistem pembelajaran dapat dilaksanakan dengan baik.
            Keterampilan mengelola kelas adalah keterampilan guru menciptakan  dan memelihara kondisi belajar yang optimal mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses interaksi edukatif. Pengelolahan kelas itu tidak pernah terlepas dari problematika-problematika yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang telah dipaparkan pada makalah terdahulu. Oleh karena itu Sebagai seorang guru pemahaman tentang teknik dan  pendekatan dalam pembelajaran sangatlah perlu. sebab dalam penggunaannya ia harus terlebih dahulu meyakinkan bahwa pendekatan yang dipilihnya untuk menangani suatu kasus pengelolaan kelas merupakan alternatif yang baik sesuai dengan hakikat masalahnya.
1.2.  Rumusan Masalah       
1.      Apakah Teknik Inner Control itu?
2.      Apakah Teknik External Control itu?
3.      Apakah Teknik Cooperative Control itu?
1.2.  Tujuan
  1. Dapat memahami dan mendiskripsikan dengan benar Teknik Inner-Control.
  2. Dapat memahami dan mendiskripsikan dengan benar Teknik External Control.
  3. Dapat memahami dan mendiskripsikan dengan benar Teknik Cooperative Control.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teknik Inner Control
            Teknik inner control yakni kontrol perilaku berasal dari dalam diri siswa sendiri. Kepekaan akan disiplin harus tumbuh dan berkembang dari dalam diri siswa sendiri. Kesadaran akan norma-norma, peraturan-peraturan, tata tertib yang diterapkan akan membuat siswa dapat mengendalikan dirinya sendiri. Teknik ini sangat disarankan untuk digunakan guru-guru dalam membina kedisiplinan peserta didiknya. Teknik ini menumbuhkan kepekaan/penyadaran akan tata tertib dan pada akhirnya disiplin harus tumbuh dan berkembang dari dalam peserta didik itu sendiri (Self Dicipline) Dengan kata lain peserta didik diharapkan dapat mengendalikan dirinya sendiri.
            Pendekatan ini dinamakan pendekatan berpusat pada siswa dan terdiri dari teknik yang didesain untuk memberikan fasilitas pelatihan pengendalian diri pada siswa. Asumsi utama yang mendasari hal tersebut adalah kepercayaan bahwa anak-anak perlu mengatasi akibat dari sikapnya sendiri daripada meminta orang dewasa memberitahukan bagaimana untuk bersikap, karena hanya mereka yang dapat menentukan apakah masalah itu sebenarnya, jalan keluar yang paling cocok dan paling baik bagi mereka yang ditentukan oleh mereka sendiri. Dalam melaksanakan model ini guru harus benar-benar mengetahui apakah masalah yang terjadi tersebut berasal dari guru atau siswa. Apabila masalahnya berasal dari siswa, fungsi utama sebagai guru adalah mendorong siswa untuk mempelajari situasi secara verbal, sehingga guru memperlihatkan bahwa ia mengerti apa yang diceritakan oleh siswa.
            Hal yang harus dilakukan oleh guru dalam menyikapi siswa bermasalah antara lain:
1)      Tidak melakukan apapun
Terkadang dengan tidak mencampuri urusan siswa dalam memecahkan masalah, hal ini berarti bahwa guru secara tidak langsung menyampaikan kepercayaannya terhadap kemampuan atau usaha siswa dalam mengatasi masalahnnya.
2)       Tidak mengatakan apapun
Ketika guru tidak mengatakan apapun tidak berarti bahwa guru berdiam diri saja, namun dapat diartikan guru sedang menyimak. Tanpa mengatakan apapun guru dapat memberikan respon dengan ungkapan sederhana atau dengan tanda non verbal misalnya mengangguk. Tujuan sikap ini agar siswa tahu bahwa guru mengerti dan menerima ungkapan perasaan mereka.
3)      Mengundang para siswa untuk lebih berbicara banyak
Guru harus berusaha mendorong agar siswa lebih terbuka dengan cara berbicara yang lebih tegas ketika siswa mengungkapkan perasaan mereka.
4)       Menyimak secara aktif
Menyimak dengan aktif berarti guru membiarkan siswa tahu bahwa guru telah mendengar dan memahami perasaannya.
5)       Menjadi seorang penasihat
Selain menyimak dengan aktif guru harus menawarkan nasihat yang bijak dengan bertindak cukup tegas.
6)      Guru harus membiarkan siswa mengetahui aspek sikap mereka yang mana yang menyebabkan masalah dan apa alasannya.
7)      Apabila memberi tahu siswa saja tidak cukup untuk membuat siswa secara sukarela mengubah sikapnya baik guru maupun siswa harus menunjukkan mengapa sikap tersebut tidak layak.
8)      Guru maupun siswa harus menemukan jalan keluar alternatif.
9)      Baik guru maupun siswa harus menyetujui bagaimana jalan keluar tersebut harus diterapkan.
Jadi, dapat dikatakan bahwa pendekatan yang berorientasi pada siswa didasarkan pada anggapan bahwa para siswa mampu dan memiliki hak untuk merumuskan bagaimana cara bersikap yang layak. Oleh karena itu, dalam menerapkan pendekatan ini guru harus:
a.       Mendorong siswa untuk menunjukkan pandangan dan perasaan mereka terhadap masalah.
b.      Menunjukkan bahwa guru memahami apa yang siswa katakan dan rasakan.
c.       Memberikan nasihat yang berguna atas dasar fakta-fakta yang ada hubungannya dengan masalah yang timbul.
d.      Berunding dengan siswa jika masalah mempengaruhi guru, sampai ditemukan jalan keluar yang disepakati oleh kedua belah pihak.
2.2 Teknik External Control
            Teknik external control adalah pengendalian berasal dari luar diri siswa, hal ini dapat berupa bimbingan dan konseling. Pengendalian diri dapat juga berupa pengawasan tetapi yang bersifat hukuman. Pemakaian teknik ini harus disesuaikan dengan perkembangan siswa. Misalnya teknik inner-control lebih sesuai untuk siswa pendidikan menengah dan tinggi, sedangkan untuk siswa pendidikan rendah lebih sesuai dengan teknik external control. Teknik ini dalam menumbuhkan disiplin cenderung melakukan “pengawasan” (yang kadang perlu diperketat dan kalau perlu menjatuhkan hukuman terhadap setiap pelanggaran).
            Dalam hal ini anak-anak dianggap belum mampu menyadari apa yang terbaik bagi mereka. Karena anak-anak saat mengambil keputusan tentang sikap mereka sendiri sering kali berdasarkan informasi yang kurang benar. Maka tugas gurulah untuk menunjukkan apa yang terbaik bagi siswanya. Hal ini didukung dengan kenyataan bahwa guru memiliki pengalaman yang lebih luas sehingga guru mampu menyadari akibat yang ditimbulkan dari sikap tidak layak. Meskipun pada awalnya guru akan merespon sikap tidak layak siswa dengan teknik-teknik sebelumnya, namun tetap pada akhirnya gurulah yang memiliki tanggung jawab untuk membuat siswanya berbuat baik. 
            Respon ideal guru terhadap sikap tidak layak siswa ialah dengan bersikap tegas. Respon semacam ini membuat siswa mengetahui jika guru mengharapkan mereka melakukan apa yang diinginkan oleh guru. Respon tegas lebih dapat diterima dengan baik oleh siswa jika dibandingkan dengan respon yang tidak tegas dan teknik melawan. Respon yang tidak tegas pada dasarnya memberitahukan bahwa guru tidak bersungguh-sungguh campur tangan. Hal ini dapat terjadi karena guru tidak jelas dalam memberitahukan kepada siswa bahwa sikap tersebut harus dihentikan. Respon yang tidak tegas ini dapat dirasakan melalui pertanyaan-pertanyaan yang menyiratkan ketidakyakinan. Sedangkan Teknik melawan menunjukkan kepada siswa bahwa guru tidak menyukai mereka dan tidak mengkhawatirkan tentang perasaan dan kebutuhan mereka. Respon ini biasanya ditandai dengan hilangnya kesabaran guru sehingga mengucapkan kata-kata kasar. Namun respon ini sangat tidak disukai karena akan melukai siswa secara mental dan mengakibatkan siswa tidak takut terhadap guru tersebut.
            Teknik respon tidak tegas dan melawan seperti yang telah diuraikan di atas sangat tidak sesuai, sehingga hal yang seharusnya dilakukan oleh guru antara lain:
1)      Guru harus mampu memutuskan aspek sikap manakah dari siswa yang tidak layak dan perlu dihentikan.
2)      Guru mengembangkan seperangkat alat untuk mengatasi dampak positif maupun negatif atas penyelenggaran atau pengabaian suatu peraturan.
3)      Guru harus mampu mengutarakan pengharapan kepada siswa dan menyampaikan akibat sikap tidak layak yang mereka lakukan.
4)      Guru harus memiliki kemauan dan kemampuan untuk menghadapi jika sikap tidak layak terjadi.
Guru juga harus  mempunyai kemampuan dan kemauan antara lain:
1)      Memutuskan sikap layak siswa
            Saat menetapkan sikap yang layak atau tidak layak guru perlu menjadi sangat spesifik sehingga tidak ada kebingungan tentang penerimaan sikap tertentu. Dengan bertambah jelas pendapat guru membuat guru mempunyai kesempatan untuk dapat menjelaskan lebih rinci pada siswa sehingga memungkinkan timbulnya keharmonisan hubungan yang lebih besar dari siswa.
2)      Menentukan ragam konsekuensi
a.       Ketika siswa patuh
            Salah satu cara yang sangat berhasil dalam mengubah sikap siswa yaitu dengan memberi ganjaran dengan sikap yang diinginkan saat sikap tersebut muncul. 4 macam ganjaran (respon persetujuan) dapat diidentifikasi sebagai berikut :
a)      Pujian verbal
b)      Pujian tidak verbal. Misalnya dengan senyuman atau anggukan
c)      Pemberian hak-hak istimewa
d)     Pemberian hadiah materi misalnya permen atau alat tulis.
b.      Ketika siswa tidak patuh
            Saat seorang siswa tidak mematuhi permintaan seorang guru, guru tidak diperkenankan untuk mengatakan sesuatu yang dapat menyakiti siswa baik secara fisik maupun mental. Guru hendaknya memilih hukuman yang sesuai dengan tingkat kesalahan yang telah dilakukan siswa. Oleh karena itu, siswa tersebut dapat lebih siap memahami bahwa pengalaman hukuman merupakan sebuah akibat dari perbuatannya sendiri.
3)      Cara memberi tahu kepada siswa
            Saat menetapkan aturan-aturan dan memberitahukan kepada siswa tentang hukumannya adalah suatu siswa dan guru dalam keadaan tenang dan merupakan kesempatan untuk berbicara tanpa gangguan. Peraturan dan hukuman ini juga harus diketahui oleh setiap orang tua siswa. Untuk sikap menyimpang yang sangat menonjol dan sering muncul, lebih baik untuk menetapkan hukuman bertingkat sehingga siswa akan tahu apa yang terjadi waktu pertama kali melanggarnya kedua kali dan seterusnya. Contohnya ketika guru ingin siswa tetap diam saat guru berbicara dikelas sangsi yang terkait dengan sikap siswa yang beberapa kali ditemui sedang berbicara, dapat berupa:
Ø  Pertama kali : peringatan
Ø   Kedua kali:  dipindahkan ketempat duduk lain
Ø  Ketiga kali: mengucilkan siswa tersebut di dalam kelas, tetapi masih bekerja sebagai bagian dari kelas
Ø  Keempat kali: mengirimnya ke guru lain dan ditahan selama 30 menit sepulang sekolah
Ø  Kelima kali: memberitahukan wali murid sehingga ia tidak diperbolehkan menonton TV selama 1 minggu.
            Jadi, dapat dikatakan jika model yang berorientasi pada guru ini berdasarkan pada asumsi guru tahu apa yang terbaik bagi murid, mereka memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa siswa bersikap dengan cara yang konsisten dengan memperhatikan kepentingan guru dan siswa. Oleh karena itu, guru harus:
Ø  Mengidentifikasi sikap siswa yang perlu dirubah secara lebih spesifik.
Ø  Memberi tahu siswa tentang peraturan yang membahas mengenai sikap dan tanggung jawab yang terkait secara bersamaan dan bergantian.
Ø  Tidak membiarkan reaksi apa pun dari siswa yang dapat menghalangi guru melaksanakan aturan berdasarkan peraturan yang ditetapkan.
Ø  Secara konsisten melaksanakan teknik ini dengan penuh tanggung jawab.
2.3 Teknik Cooperative Control
            Teknik cooperative control adalah kerjasama antara guru dan siswa. Teknik ini berangkat dari pendapat bahwa disiplin kelas yang baik mengandung adanya kesadaran kerjasama guru dan siswa secara harmonis, respektif, efektif, dan produktif. Oleh karena itu, harus ada kerjasama antara guru dan siswa. Bentuk-bentuk kerjasama guru dengan siswa antara lain:
a)      Mengadakan perencanaan secara kooperatif dengan siswa.
b)      Mengembangkan kepemimpinan dan tanggung jawab pada siswa.
c)      Membina organisasi dan prosedur kelas secara demokratis.
d)     Memberikan kesempatan untuk berdiri sendiri.
e)      Berpikir sendiri, terutama dalam mengemukakan dan menerima pendapat orang lain. Memberi kesempatan berpartisipasi secara luas sesuai dengan taraf kesanggupan siswa. Menciptakan kesempatan-kesempatan untuk mengembangkan sikap-sikap yang diinginkan dalam aspek sosial, psikologis, biologis dll.
            Teknik Cooperative control menjelaskan adanya kerjasama antara guru dan siswa dalam memutuskan bagaimana siswa seharusnya bersikap. Mereka membuat hukuman yang tidak menyenangkan terhadap sikap siswa yang menyimpang secara bersama-sama dan memberikan dorongan bagi semua siswa untuk bersikap lebih baik. Dalam menghadapi sikap siswa yang menyimpang terdapat 4 langkah dasar yang harus dilaksanakan, antara lain:
a)      Tidak bereaksi dahulu tanpa berpikir
            Hal yang harus dilakukan guru saat dihadapkan dengan sikap menyimpang siswa yaitu bereaksi berdasarkan naluri. Respon seorang guru yang tanpa dipikir dahulu akan membuat masalah siswa bertambah parah dan membuat siswa putus asa lebih jauh lagi. Respon yang ideal adalah dengan tetap tenang sepanjang waktu dan memberi perhatian penuh pada siswa.
b)      Memberikan dorongan
            Dalam memberikan dorongan, guru tidak hanya fokus pada siswa yang bermasalah, tetapi juga terhadap semua siswa. Guru perlu memberitahukan kepada para siswa bahwa mereka merupakan anggota kelas, berguna dan mampu menyumbang hal-hal positif dengan cara-cara yang dapat diterima masyarakat. Hal penting yang harus diketahui guru adalah bahwa sikap menyimpang siswa itu berasal dari kepercayaan diri yang rendah sehingga mereka sukar untuk percaya bahwa mereka telah menemukan seorang guru yang menyukai dan menerima mereka dengan tulus. Dengan mengetahui hal tersebut, sebagai seorang guru hendaknya memberikan dorongan yang banyak dan mencoba untuk meyakinkan siswa bahwa pribadinya tidaklah sejelek yang siswa kira.
c)      Menerapkan konsekuensi alami dan logis
            Konsekuensi alami merupakan konsekuensi tidak menyenangkan yang mengikuti sikap menyimpang siswa, tetapi tidak membutuhkan tindakan apapun dari orang lain. Konsekuensi ini mengalir secara alami dari sikap dan tidak dapat dihindari. Konsekuensi ini tidak dijalankan oleh siapapun, tetapi terjadi begitu saja sebagai akibat dari perbuatannya. Misalnya seorang siswa yang tidak menyimak pembelajaran di dalam kelas akan mendapatkan kesulitan dalam memahami tugas.
            Sedangkan konsekuensi logis tidak terjadi sebagai akibat alami dari sikap menyimpang siswa. Konsekuensi ini memerlukan seseorang untuk menjalankan konsekuensi tersebut sebagai akibat sikap yang menyimpang. Meskipun dilaksanakan oleh guru, konsekuensi logis perlu diputuskan dulu dan dimengerti dengan jelas oleh siswa. Misalnya, seorang siswa yang membantah gurunya akan meminta maaf pada saat lain, siswa yang terlalu banyak bicara pada siswa disampingnya akan dipindahkan ketempat lain.
d)     Membantu mengubah tujuan-tujuan yang salah.
            Ada dua alasan mengapa guru harus memberitahu siswa tentang pemahaman mereka yang salah tentang dunia. Yang pertama, untuk membantu menjelaskan bahwa penafsiran guru tentang alasan siswa bersikap menyimpang tersebut benar, yaitu siswa ingin menarik perhatian, mencari kekuasaan, pendendam atau menarik diri. Alasan yang kedua, bahwa hal ini memungkinkan siswa menjadi sadar terhadap tujuannya sehingga pada akhirnya menyadari pola sikap menyimpang bukanlah cara untuk memperoleh pengakuan dan ikut serta dalam kelompok yang mereka inginkan.
e)      Rapat kelas
            Guru dapat menggunakan rapat kelas sebagai salah satu sarana untuk membahas semua masalah dan menyampaikan pendapat serta perasaan yang sedang dialami siswa. Rapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk terlibat dalam proses pemecahan masalah yang demokratis dan memberikan sebuah cara untuk rencana perubahan, misalnya menentukan konsekuensi untuk sikap menyimpang.
            Terdapat 10 langkah yang harus dilakukan guru dalam menghadapi sikap menyimpang siswa, antara lain:
1.      Guru menanyakan dahulu kepada dirinya sendiri “Tindakan kedisiplinan apakah yang saya ambil bersama dengan siswa-siswa saya sekarang?” sehingga guru menjadi sadar terhadap bentuk pendekatannya pada siswa sekarang.
2.      Guru mengevaluasi keberhasilan tindakan yang telah dilakukan.
3.      Merencanakan langkah selanjutnya dengan berusaha melakukan sesuatu yang dapat mengubah keadaan saat ini dengan cara memberikan siswa balikan positif, memperlakukan mereka dengan baik, membiarkan mereka tahu bahwa mereka istimewa, dan memperdulikan mereka.
4.      Saat sebuah masalah muncul, guru menanyakan pada si “pengganggu” “apa yang sedang kamu lakukan?” guru menanyakan dengan cara yang tepat dan ringkas tetapi tidak menunjukkan kemarahannya.
5.      Jika langkah 1-4 tidak berhasil, guru harus mengulangi lagi langkah 4 dan menambahkan pertanyaan “Tidakkah itu melanggar peraturan?” jika muncul respon negatif atau tidak ada respon, maka guru harus mengatakan bahwa sikap tersebut salah dan melanggar peraturan.
6.      Jika langkah sebelumnya tidak efektif guru hendaknya mengatakan kepada siswa “Kita harus menyelesaikan hal ini. Apa yang dapat kamu lakukan dalam perencanaanmu sehingga kamu dapat mematuhi peraturan kita?” bersama dengan siswa guru merancang sebuah rencana tindakan positif untuk membantunya mematuhi peraturan.
7.      Pada langkah ini guru memberitahukan tentang tempat pengucilan dan “waktu istirahat” untuk siswa yang menunjukkan sikap menyimpang. Pengucilan terhadap pengganggu kelas harus terjadi disebuah tempat dimana siswa merasa nyaman dan tidak malu. Tujuan pemberian “waktu istirahat” yaitu agar siswa dapat merencanakan masa depan yang lebih baik dengan cara siswa diminta menuliskan sebuah rencana untuk bersikap lebih baik di masa depan dan menghindari kemungkinan sikap menyimpang yang telah dilakukan terjadi kembali.
8.      Meminta siswa pergi ke suatu tempat “Meskipun kita telah bekerja kelas, masalahnya tidak terpecahkan. Oleh karena itu kamu harus meninggalkan kelas untuk beberapa saat, sehingga kamu akan mengerti alasannya. Cobalah berusaha bekerja sama dengan orang lain untuk memecahkan masalahmu. Tolong pergilah ke ruang BK.”
9.      Ketika siswa bermasalah mendapatkan hukuman skors dari sekolah, guru harus tetap positif dan memberitahukan wali murid bahwa “Kami ingin anak anda bergabung lagi dengan kami sesegera mungkin. Yang diperlukan adalah agar dia bersikap dengan baik.” Secara efektif siswa tetap tinggal dirumah sampai dia menyetujui rencana untuk masa depan yang lebih baik di sekolah.
10.  Wali murud mendatangkan bantuan masyarakat misalnya konselor, psikiater, atau sumber yang lain untuk membantu menyelesaikan masalah anaknya.













BAB III
PENUTUP
3.1.  Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa:
1.      Teknik Inner control yakni kontrol perilaku yang berasal dari dalam diri siswa sendiri. Atau dengan kata lain kepekaan akan disiplin harus tumbuh dan berkembang dalam diri siswa sendiri (Self Discipline), dengan kesadaran akan norma-norma, peraturan-peraturan dan tata tertib yang diterapkan ia dapat mengendalikan dirinya. Pendekatan ini dinamakan pendekatan berpusat pada siswa dan terdiri dari teknik yang didesain untuk memberikan fasilitas pelatihan pengendalian diri pada siswa.
2.      Teknik external control adalah pengendalian berasal dari luar diri siswa, hal ini dapat berupa bimbingan (guidance) dan penyuluhan (counseling). Kadang-kadang pengendalian ini dapat berupa pengawasan tetapi yang bersifat hukuman. Disamping itu harus sesuai dengan perkembangan. Teknik ini sesuai untuk peserta didik pada jenjang pendidikan rendah.
3.      Teknik cooperative control adalah kerjasama antara guru dan siswa. Dengan teknik ini pembinaan disiplin kelas dilakukan dengan bekerja sama guru dengan peserta didik dalam mengendalikan situasi kelas ke arah terwujudnya suasana kelas yang kondusif.
3.2.  Saran
1.      Pada teknik Inner Control guru harus benar-benar mengetahui apakah masalah yang terjadi tersebut berasal dari guru atau siswa. Apabila masalahnya berasal dari siswa hendaknya sebagai guru harus dapat mendorong siswa dan memperlihatkan bahwa ia mengerti apa yang diceritakan oleh siswa.
2.      Pada teknik External Control yang pengendaliannya berasal dari luar diri siswa, siswa dalam mengambil keputusan tentang sikap mereka sendiri sering kali berdasarkan informasi yang kurang benar. Maka guru hendaknya dapat menunjukkan apa yang terbaik bagi siswanya. Hal ini karena gurulah yang memiliki tanggung jawab untuk membuat siswanya berbuat baik.
3.      Pada teknik Cooperative Control yang mengandung makna kerjasama antara guru dan siswa, hendaknya diperlukan adanya kesadaran kerjasama guru dan siswa secara harmonis, respektif, efektif, dan produktif.





























DAFTAR PUSTAKA
Djauzak, Ahmad. 1994. Pengelolaan Kelas di Sekolah Dasar. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Bumi Aksara.
Hasibuan dan Moedjiono. 2004. Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar